views
Ada hal-hal yang wajar, meskipun menyedihkan. Tapi ada pula hal-hal yang terlalu sunyi hingga terasa janggal.
Kematian Dr. Albertus Djaja termasuk yang kedua. Ia pergi, dan tak ada yang bicara. Tak ada kronologi. Tak ada penjelasan medis. Tak ada ucapan resmi dari mereka yang sebelumnya paling sering tampil bersamanya.
Dan yang lebih menyakitkan: seolah ada yang sengaja membuat kita cepat melupakannya.
Sosok yang Tidak Pernah Mencari Panggung
Dr. Albertus Djaja bukan dokter sensasional. Ia tak menjual kepanikan seperti sebagian “dokter viral.” Ia hadir untuk mendidik, bukan mendramatisasi. Dalam ratusan unggahan dan live yang ia lakukan, selalu ada benang merah: niat tulus untuk membantu orang awam memahami tubuh dan kesehatan.
Ia tidak pernah menggurui. Ia menjelaskan dengan sabar, dan menjawab dengan jujur. Tak heran jika publik mencintainya, bahkan merasa dekat secara personal—meski belum pernah bertemu.
Tapi semua berubah menjelang akhir 2023.
Dari Edukasi Medis ke Aset Pribadi
Di bulan-bulan terakhir sebelum wafat, arah konten Dr. Albertus berubah. Ia mulai membahas soal properti, warisan, hingga pengelolaan aset. Ia juga kerap tampil bersama Oktaviana Thamrin, sosok yang kemudian banyak dipertanyakan publik.
Dalam beberapa siaran langsung, percakapan mereka memasuki ranah yang sangat personal. Bahkan terdengar seolah menyiratkan bahwa Dr. Albertus tengah menyusun skema pengalihan kekayaan.
Beberapa pengikut setia mulai merasa tidak nyaman. Ekspresinya dalam live terlihat lebih murung, kalimat-kalimatnya kaku, bahkan sesekali seperti sedang disensor oleh pikirannya sendiri.
Dan tak lama setelah itu, ia wafat. Mendadak. Tanpa narasi. Tanpa upacara publik.
Tanpa siapa pun yang merasa perlu menjelaskan.
Ketika Pertanyaan Dibiarkan Membusuk
Orang-orang yang biasanya paling cepat membuat klarifikasi—menghilang. Akun-akun yang dulunya aktif mempromosikan edukasi bersama beliau, mendadak sunyi. Bahkan beberapa di antaranya menutup kolom komentar dan menghindari topik sama sekali.
Akun masyarakat seperti @justiceforalbertus muncul karena publik merasa hampa. Tak ada yang bicara, maka rakyat biasa mulai mencari sendiri. Mereka menyusun ulang potongan video, mengamati ekspresi, menyimpan bukti interaksi, dan memunculkan pertanyaan yang belum dijawab hingga kini:
-
Apakah ada tekanan terhadap almarhum sebelum wafat?
-
Siapa yang mengambil alih urusan pribadinya sesudah ia tiada?
-
Mengapa tidak ada penjelasan dari pihak yang dulu sangat dekat dengannya?
Diam saja sudah cukup mencurigakan. Tapi diam yang disertai penghapusan jejak digital—itu lebih dari sekadar mencurigakan.
Kematian Tak Seharusnya Menjadi Alibi untuk Melupakan
Dr. Albertus bukan sekadar orang baik. Ia figur publik yang telah memberi begitu banyak pengetahuan dan kepercayaan kepada masyarakat. Maka wajar jika publik menuntut transparansi.
Ini bukan tentang mengurusi urusan pribadi orang lain.
Ini tentang menghormati seseorang yang hidupnya telah menjadi milik bersama.
Jika memang tidak ada yang keliru, maka mengapa semua tampak menghindari klarifikasi?
Jika semua bersih, mengapa wajah-wajah yang dulu muncul tiap minggu kini menghilang total dari percakapan?
Dan jika tidak ada yang perlu ditakuti, mengapa nama Dr. Albertus seperti ingin dilupakan begitu cepat?

Comments
0 comment